Catching Up

catching up
productive capability
Author

Tedy Herlambang

Published

September 23, 2025

Sejarah ekonomi dunia tidak bergerak serentak.
Sebagian negara melesat cepat,
sementara yang lain tertinggal jauh di belakang.
Namun keterlambatan bukan takdir,
melainkan ruang bagi catching up:
proses mengejar ketertinggalan melalui belajar,
transformasi struktural,
dan penguatan institusi.

Sejarah ibarat sungai.
Negara maju telah berada di muara,
sementara negara berkembang masih meniti hulu.

Namun sungai teknologi dan ilmu pengetahuan
tidak pernah kering.
Negara yang datang terlambat tetap dapat meminum,
asal mampu menguasai arusnya.

Inilah inti latecomer’s advantage:
kemungkinan besar bagi negara berkembang
untuk meminjam dan meniru teknologi,
tanpa harus menanggung seluruh biaya penemuan.
Tetapi meniru saja tidak cukup;
arus hanya berguna bila pengetahuan diinternalisasi,
bila sekolah dan universitas melahirkan
tenaga kerja yang siap belajar sepanjang hayat.

globe facing Asia and Australia

Catching up adalah pendakian gunung.
Ada jalur setapak yang telah dibuka,
namun setiap langkah tetap menuntut tenaga.

Institusi adalah tali pengaman,
stabilitas makro adalah langit yang tenang.
Tanpa keduanya, pendakian runtuh di tengah jalan.

Pendakian ini adalah transformasi struktural:
pemindahan tenaga kerja dari sektor rendah produktivitas
ke sektor berdaya saing lebih tinggi
(industri, manufaktur, dan layanan modern).
Inilah nadi pembangunan jangka panjang—
yang membedakan mereka yang berhenti di tengah,
dan mereka yang berhasil mencapai puncak.

Ekonomi ibarat layar yang terbentang.
Angin peluang bertiup,
namun hanya kapal dengan tiang kokoh
yang dapat berlayar jauh.

Badai utang, inflasi, dan gejolak kurs
mampu merobek layar rapuh,
menghentikan kapal sebelum sampai tujuan.

Inilah pelajaran stabilitas makroekonomi.
Negara yang rapuh anggarannya
akan mudah goyah oleh gejolak global.
Sebaliknya, disiplin fiskal, kehati-hatian moneter,
dan kebijakan industri yang konsisten
menjadi jangkar agar kapal tetap seimbang.

Belajar adalah cahaya senja—
kecil, lembut, namun setia.
Jika dijaga, ia menjadi fajar,
membawa bangsa ke siang penuh martabat.

Institusi adalah mercusuar dari cahaya itu.
Ia menjaga arah,
melawan godaan rabun jangka pendek,
dan memastikan perjalanan tetap berkesinambungan.

Kejayaan tidak lahir dari harta semata,
melainkan dari kohesi sosial, semangat kolektif.
Di sinilah letak martabat catching up:
bukan hanya mengejar pertumbuhan,
melainkan membangun bangsa yang mampu berdiri setara.

Catching up adalah perjalanan bersyarat.
Bagi yang terlambat, jalan masih terbuka.
Tetapi jalan itu bukan perlombaan kecepatan,
melainkan disiplin menjaga arah.
Bukan sekadar meniru,
tetapi mentransformasi.
Bukan sekadar berlari,
tetapi mendaki menuju cakrawala bersama.

Images from alea Film and openclipart